Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]

doc/ arsippenyairmadura

NENEK MOYANGKU SEORANG PESAWAH

1
Di bumiku yang klise, nenek moyangku pernah menyadarkan punggung hidupannya pada sembahyang padipadi, jagung jagung di sajadah sawah-ladang perkampungan.

Dan hari ini hanyalah pengulangan-pengulangan harapan dan sejarah dari sebongkah kerak tanah silam.

Sebab, bagi petani tak ada yang lebih permata dari segumpal tanah adalah surga: lahan segala babad kehidupan bermula dan berbiak, dari masa lalu sampai dunia menjadi sebutir debu.

Sedang keringat asin waktu hari-hari adalah langgar kaum tani: tempat mereka bersujud-berdoa merayu Tuhan di langit legam, agar mengencingi wajah bumi dengan deras air hujan.

2
Lalu pada hari senja, di barat mata waktu. Dahi langit cekung berdarah, dan tanah kampung berwarna merah bibir perawan desa. Lalu kulihat langit layang-layang telah dinaikkan anak-anak kencur, di saat kaum tani telah angkat kaki dari sepetak sawah: pulang membawa keringat yang dikeringkan di malam-malam linu melelapkan.

Atau sebagian masih di pematang, seperti kulihat mak tuaku dengan telanjang dada, pulang seusai menyadap mayang dari pohon siwalan. Yang kelak di malam perawan, kesabaran nenekku menjadi kayu bakar dalam tungku berkobar, menunggu demi gula di atas kuali masak dan mengental, atau wanginya yang selalu dibawa pergi angin ke sela-sela hidung perkampungan.

Jurang Ara, 2017

KENANGAN DI KAMPUNG JURANG ARA

Di jurang ara kutanam masa lalu dan batang-batang kenangan bersama padi-padi hamil milyaran harapan surga kehidupan yang kian kuning sekuning kulit lengan pinangan.

Dan di sanalah pertama kali kurasakan kasih-sayang ladang-sawah adalah sumber mata air kehidupan bermula dan berbiak, yang membuat mamak dan emakku bertahan tersenyum dan berduka merasakan kaki-kaki hidup timpang berjalan.

Namun, mereka tetap gembira walau lebih sering hati menyala kesedihan setelah padi-padi berbuah air mata. Sebab bagiku dan mereka, kemelaratan dan kesedihan kampung adalah asal-usul sejarah bersimbah bahagia.

Maka, hari ini di kota kata-kata. Kukenang segala babad kampung jurang ara dalam puisi dan ingatan. Sebagai rasa takzimku pada tanah kelahiran.

Sebab, bila kuhapus sejarah kenangan kampung jurang ara dalam ensiklopedia ingatanku. Sama saja dengan mengencingi Tuhan dan nenek-moyang dengan pesing air kemunafikan.

Jurang Ara, 2018

KAWAN, MARI PULANG BERBAGI PENGETAHUAN

Pulanglah kita ke kampung jurang ara untuk membangun surga kata-kata, dengan menjinjing seperangkat pengetahuan untuk dusun pikiran yang karat.

Agar, kawan-kawan kita yang resah di sana menyeruput secangkir hari pensiun dari gedung pendidikan, tidak hanya tekun mempertajam teori cinta sejak di bangku sekolah SMA: semata sebagai pisau perselingkuhan.

Atau dengan berbunga hati, tanpa asin dusta melukai tanah sendiri: mereka pergi ke kota-kota neraka kemacetan demi merapikan nasib buruk pertanian, peternakan, yang diberikan Tuhan.

Maka, mari pulang kita ke kampung jurang ara. Jangan biarkan rahim ladang-sawah keguguran terus-terusan, dengan membiarkan nenek-moyang menangis dalam babad silam. Bila biji-biji kehidupan dalam kandung tanah, gagal jadi padi-padi, jagung-jagung dan umbian.

Dan juga kita beri pengumuman pengetahuan pada mereka yang memalingkan muka dihadapan wajah hidup penuh kemelaratan.

Bahwa, kesedihan dalam sejarah kampung jurang ara adalah perkakas hati untuk membangun keikhlasan, kesabaran, demi surga kecil penuh sungai kebahagiaan di hari ini dan esok depan.

-- Jurang Ara, 2018
______________________________________



Norrahman Alif, lahir di Dusun Jurang Ara Sumenep, Madura. Aktif menulis di antara dua kubu: Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta ( LSKY ) dan di desa. Sebagai penulis resensi dan puisi, beberapa karyanya bisa dinikmati di: Media Indonesia, Minggu Pagi, Radar Surabaya, Merapi, Lini Fiksi, Kedaulatan Rakyat, InfoTimur, Suara Merdeka, Magelang Ekspres, Solopos, Bangka Pos, Radar Cirebon, Kabar Madura, Majalah Simalaba, Requim Tiada Henti (antologi puisi ASEAN 1 Purwekerto) dll.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib