Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]


Tim Penerbit BASABASI

JARING

Jaring seperti serkap
hanya menangkap kakap,
tidak seperti jala dan bubu
yang tak pandang bulu.

Tapi tak ada ikan besar
di sawah kampung kita,
hanya sekawanan badar
mengejar musim dan cuaca.

Tak ada ngeong kacong
di hadapan ikan mentah,
getah mulut dan kerongkong
pelahap makanan olah.

Kata jaring bermakna miring
dan keriting di musim kering,
harus diluruskan
dengan imbuhan -an.

Karena jaring digunakan
hanya untuk menangkap ikan,
sedang jaringan
menangkap segala kemungkinan.

2018
*) kacong, sebutan untuk anak laki-laki



PARUT

Setiap parut
menyimpan kehalusan
di balik punggung

Durinya yang tajam
mengikis daging kelapa
menjadi santan

Seperti cubitan
melebamkan paha
tapi menyimpan belaian
pelipur lara

Kata-kata sepahit kunyit
hanya menyisakan getir di bibir
tapi di rongga dada
seribu doa melangit

Setiap parut
menyimpan kehalusan
di balik punggung

Seperti rengut ibumu
menyembunyikan senyum
di balik kerudung

2018


TIMBA

Seperti lingga dan yoni
sumur dan senggot
pasangan sejati
selubang tiang dua sejoli
mencelup timba jadi zigot
dari selusin biji padi

Tapi sejak tali timba
diganti lubang pipa
lebat curah siraman
tersendat semprot keran
liang sumur seperti menelan pil
atau dioperasi steril

2018


TUDUNG

Tak perlu kaucari di kitab suci
atau pada kabar sabda nabi
asas tubuh butuh selubung
dan kepala mendamba tudung

Bermacam jawaban
bisa kau temukan di meja makan
pada cicak yang merangkak
atau gerayang kaki kecoak

Pada debu beterbangan
atau lalat pembawa kuman
Di tangkup tudung saji
kaubisa mengaji

2018


LESUNG

Talu penumbuk padi
tak lagi memantulkan gema
gendang pesta tabuh duka,
dan lagu cumbu penumbuk jamu
menjadi jemu.

Senjang antan dan lumpang
barangkali memang mesti terjadi,
lantaran lesung pipi jhebbhing
tak lagi memerlukan alu,
hanya tarikan bibir
mengayuh cengir.

2018

jhebbhing, sebutan untuk anak perempuan


COBEK

Seribu serbuk garam
membedaki pipi
tapi tak kulihat asin
wajahmu

Seribu butir cabai
lumat dalam mulut
tapi tak kudengar pedas
katamu

Hanya aroma bawang
menggugurkan air mata
sebab lezat sambal
telah diblender
jus tomat

2018

Roz Ekki (Rozekki), lahir di Bangkalan 22 Desember 1983. Aktif berkesenian bersama Komunitas Masyarakat Lumpur sejak 2004. Menulis puisi, drama dan prosa. Puisi-puisinya terkumpul dalam antologi tunggal Tiga Cuaca tanpa Musim (2016), Sangkolan (2018), dan beberapa  antologi bersama. Dari Gentar Menjadi Tegar (Antologi Puisi di Bawah Payung Hitam), Proyek Seni Berkabung (2015); Matahari Cinta Samudera Kata, Antologi Puisi Hari Puisi Indonesia (2016); Cimanuk, Ketika Burung-burung Kini Telah Pergi, Antologi Puisi 100 Penyair Nusantara (2016); Negeri Awan, Antologi Puisi Dari Negeri Poci 7 (2017); Negeri Bahari, Antologi Puisi Dari Negeri Poci 8 (2018), Senyum Lembah Ijen (2018). Naskah dramanya juga terkumpul dalam beberapa antologi bersama. “Negeri Tanpa Hari”, terkumpul dalam antologi monolog Sphinx Triple X (Yogyakarta, Sinergi, 2004). “Dicari Guru Privat Ilmu Dunia dan Akhirat”, terkumpul dalam antologi naskah drama penulis Bangkalan (Masyarakat Lumpur, 2016). “Fragmen Pasar Burung”, terkumpul dalam antologi naskah drama Cut Out (Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta, 2017). Karya prosanya—akhirnya, untuk pertama kali bisa terpublikasi—“Sungkal” terkumpul dalam antologi cerpen 50 Cerpen Tani, Festifal Tjimanoek (LovRinz Publshing, 2018). Selain aktif dalam kesenian, aktif juga dalam dunia pendidikan. Sekarang mengajar di STKIP PGRI Bangkalan, pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib