Gelap turun membatasi pandangan 
Yogya jauh di belakang 
kutinggalkan 
ia memanggil-manggil air mataku supaya jatuh 
Kalau saja magrib yang mengambang 
tak terburu-buru memintaku pulang 
barangkali kekosongan tak perlu kehilangan 
ruangnya, dan kesakitan menemu puncaknya 
Adalah engkau lebih mengerti 
tubuh ini tak ingin cepat kembali 
memetik rindu yang tak selesai ditabuh 
dan hati kita memiliki sunyi tak kunjung padam 
Inilah perjalanan paling tak dapat dinikmati 
angin letih enggan berterus terang 
lampu-lampu jalanan memenjara pandangan 
seolah menutup seribu pintu 
aku dan kamu apakah dapat lagi bertemu?
Kecemasanku tergolek di atas bus 
meluncur di keremangan yang gamang 
antara tidur dan jaga 
hanya engkaulah yang ada 
Surabaya di ujung sana 
lekas merenggut, engkau amblas 
kabut yang tak perlu menunggu siapa-siapa 
beranjak pulang ke arah cakrawala 
Dunia Kecil, 2014 
Kerak Rahim 
dari jauh kukirim rindu biru 
coba meraba kerak rahimmu 
yang telah memberiku pintu 
kepada langit dan bumi penuh batu-batu 
dari muasal hina dan fana 
bunga-bunga
rekah 
darimu anak-anak menjelma ke dunia 
hangat dan dingin terus kau asah 
maka; 
dari jauh kukirim doa 
dalam dingin dan basah hujan antara desa dan
kota 
dinding-dinding beku dari segala rindu 
berucap sepi, suci 
Yogyakarta, 2014 
Syair Ibu 
adalah air mata dan doa 
sumbu segala bahagia ataupun duka 
hari-hari mengubur catatan kepulangan, nak 
bila matahari telah mampu menghangatkan, 
melebihi pelukan ibu dari seberang 
jarak dan waktu memang sungguh menghakimi 
menelan rumah kita ke dalam sepi 
nak, bila tiba waktumu pulang 
jangan lupa cuci usia di antara laut dan langit yang 
terpaut tinggalkan maut dan kemelut 
pulanglah! bawa rindu beserta matahari di
kepalamu 
di sini aku tugur membeku 
Yogyakarta, 2014 
Nurul Ilmi El-Banna, Mahasiswi Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kini, ia bergiat di LPM ARENA UIN Suka. 



Tidak ada komentar:
Posting Komentar