Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]


Dalam Ayatku

Kelebatmu menjelma ayat-ayat dalam dadaku dan kuhafal di setiap waktu. Ia bergemuruh. Mencairkan ombak-ombak beku. Ke tengah samudera yang biru. Aku membiru. Meramu putaran waktu. Di setiap detak jantungku.

Di sepertiga malam, atau subuh menjelang. Dirimu semakin hening bak embun yang baru turun. Aku tenggelam bersama jiwaku yang malam. Berayun dengan tenang sampai aku lupa bahasa silam. Sampai malam benar-benar bersalin.

Matahari bergerak perlahan dari titik mataku. Lalu kubuka pintu. Dan kulihat dirimu sedang menatapku. Aku tersenyum padamu. Kau meleleh. Menjelma ayat lagi. Lebih rapi lagi. Lebih sunyi lagi. Melarut ke dalam hati.

Yoggya, 2011

Nyonyonson


Matahari telah tenggelam ke dasar mataku
dan kupanggil dirimu dengan seruap asap keminyan suci ini, sebab kutahu jumat telah lebur ke dalam diriku menjadi waktu paling sakral. Kutunggu kedatanganmu di setiap pintu rumahku. Di atas sepat kelapa yang kubakar.

Dalam wanginya, kulihat kelebatmu sedang membawa cahaya. Cahaya yang tiba-tiba melarung jiwa. Sampai kudengar pula
suaramu meraba-raba
sedekat hati yang berkata-kata.

Yogya, 2011

Dalam Biru Laut : Sayyidina Balyan Ibnu Malkan


Sambil kupuisikan namamu bersama asin garam yang pekat dan suara yang rapat, kukayuh sampan dari tepi jiwaku
berlayar
di atas debur ombak yang tak pernah surut dalam samudera tua.

Kumasuki ruang dan waktu yang yang paling tua di dalamnya. Dan kutinggalkan sampanku di permukaan sana
ikan-ikan berlarian ke dalam diriku
memunguti
lumut dan batu-batu
sampai dirimu terbit serupa bulan dalam tapaku. Dan kudengar suaramu terus memanggilku. Begitu merdu. Redakan maha rindu.

Yogya, 2011

Ngocol Sape


Kulepaskan sapi ini dari kandangnya, agar ia bisa berlari dan berbunyi dari dalam diriku sampai ke dalam dirimu. Sapi itu berlari seperti matahari dan berbunyi seperti puisi. Di bhujuk berek  itu kubuat lagi kandang sapi. Sebab sapi-sapiku kian bertambah banyak dan berlarian ke sana ke mari.

Setiap lebaran tiba, sapi-sapi yang kulepaskan itu berkumandang dari pintu surga. Dan kupanggil ia dengan bau tubuhnya yang masih ada di dalam dada. Lalu ia bercerita tentang pengembaraannya ke pulau-pulau rantau. Bahwa jauh di ujung sana, ia melihatku sedang di usung banyak orang. Menuju bulan. Di ujung perapian.

Yogya,2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib