Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]

Sumber gambar: g/tribunnews

JENDELA TUA

di perut kacanya yang datar dan retak
beribu bayang-bayang telah membangkai
juga seraut wajah perempuam tua
yang bibirnya diliputi sadah
semua jadi masa lalu
dengan warna kusam dan kelabu,
ada debu menginap bertahun
di bawah lembap embun
betah pada tangan mungil
yang kerap membuka jendela ini setiap pagi
karena bunyinya adalah puisi
dan angin masuk membawa diksi
dari ladang jagung yang ditindas sepi,
sungguh di jendela tua ini
cerita berubah jadi matahari
terbit pada ufuk timur segala hati.

Dik-kodik, 11.2018

JERUK PURUT DI PEKARANGAN

daun berlembar menahan impian
bertumpang memanjat doa
dengan pincuk berkarib angin
sambil mengasah segala ingin,
duri tajam menantang langit
matanya membidik gegas capung
seperti melarung lamun dan menung
sembari melepas segala murung,
tiga ekor ulat meminjam sebuah ranting
untuk menampung kisah hidupnya
biar dicucup hujan, biar dibilah dingin
biar dijilat matahari, biar segalanya berganti
jadi kepompong yang dinanti,
lantas jeruk purut itu
membagi wanginya ke angin yang bergeletar
agar jauh ia kirimkan
kepada pendosa yang rambutnya gatal
atau kepada pendoa yang bajunya gimbal,
pada wangi yang sama
ia tahu arah cinta.

Gapura, 11.18

SETELAH IBU BERKATA

setelah ibu berkata
tak ada warta yang diungsikan angin
daunan runduk ke dalam peluk suhu
sebab ibu adalah matahari lain
yang cahayanya membelit kulit dahan
menjanjikan cinta dan kembang,
setelah ibu berkata
tak ada keraguan lagi
pada sungai yang bernyanyi
arus meniup seruling
untuk akar yang bertahun dihimpit hening
segala yang hanyut bagai ketipak gendang
mengajak ikan-ikan berdendang
menikmati hidup yang bandang.

Bungduwak, 11.18

LESUNG LARU

suaraku setiap subuh
menyalamimu dengan bisik rindu
melintasi ladang telanjang
dengan tangan
yang tercipta dari sisa cahaya bulan,
dari mulut yang berisi laru
kututurkan kemarau dada moyangku
dengan suara yang membatu,
suaraku adalah suara derit tulang moyangku
suara remuk dadaku, suara pegal zamanku,
di bawah lumpang yang berdendang
sejarah moyangku itu meregang
dihimpit zaman.

Pangabasen, 28.11.18

BIBIR HUJAN

mengecup kening jendela
dengan gerak yang maya,
melukis peta langit yang digdaya
mencair jadi garis berberai
mengurai rambut kesunyian
hingga pada akhirnya
hanya tersisa setitik air
yang menampung segala kesedihan.

Dik-kodik, 28.11.18

Gambar: doc/arsippenyairmadura
A. Warits Rovi, lahir di Sumenep, 20 Juli 1988. Menulis puisi, cerpen, esai, artikel dan nnaskah drama. Tulisan-tulisannya tersebar di media lokal dan nasional, antara lain di Kompas, Jawa Pos, Republika, Media Indonesia, Seputar Indonesia, Horison, Suara Merdeka, Majalah Femina, Indo Pos, Solopos,Tabloid Nova, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Padang Ekspres, Bali Pos, Tribun Jabar, Lampung Pos, Banjarmasin Pos, Basabasi.co, Radar Surabaya, Riau Pos, Suara NTB, Haluan, dll. Juara II Lomba Cipta Puisi tingkat nasional FAM (2015). Juara II Lomba Cipta Cerpen tingkat nasional FAM (2016). Juara III Lomba puisiesai LBM se-Kab. Sumenep. Karya-karyanya juga teranantologi dalam "Bersepeda ke Bulan" puisi pilihan Indo Pos 2014,Ayat-Ayat Selat Sakat (puisi pilihan Riau Pos, 2014), Ketam Ladam Rumah Ingatan (2016), dll. Berdomisili di Dusun Dik-kodik, RT 7 RW 2, Desa Gapura Timur Gapura Sumenep 69472.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib