Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]



Hypno Dimensi: 30 x 40 cm Media: Acrylic on Canvas (double frame)


Tampaan 1

Tentunya tidak tergantikan kesetiaan itu
Karena yang tampak hanya kulit pembungkus yang serba indah
Tentunya tidak tergantikan kesetiaan itu
Karena yang terpandang hanya seberapa tinggi tingkat yang sedang ia tapaki
Tentunya tidak tergantikan kesetiaan itu
Karena yang terpampang hanya siapa yang mengandung dan melahirkannya
Tentunya tidak tergantikan kesetiaan itu
Karena yang terhormat hanya seberapa banyak yang ia genggam dan seberapa mewah yang ia kenakan
Dan tentunya tidak tergantikan kesetiaan itu
Setelah benar-benar tahu untuk apa dia dilahirkan

Lek Dah, 2017

Tampaan 2

Sesekali aku curiga, bias jadi hanya keinginanku yang memaksakan
Yang kemudian menutupi segala kegembiraan
Sesekali aku curiga, bias jadi hanya kegembiraan yang menutupi kesetiaan
Sesekali aku curiga, bias jadi hanya kesetiaan yang muncul dengan kekecewaan
Sesekali aku curiga, biar pun kekecewaan,
Laksana biduk akan semakin tajam bila diasah dengan kesadaran

Lek Dah, 2017

Tampaan 3

Parau, kata burung-burung
Yang menyingsingkan kesunyian
Dalam benak, masih terfikirkan bayang-bayang kesedihan itu
Karena ketidak-siapanlah yang selalu membelenggu, kadang melupakan kerinduan yang tersusun rapi selama itu
Di ganti dengan kerinduan pada-Nya yang memyakitkan hati malam  itu
Bersama kesaksian rembulan kala itu, akan kususuri kemanusiaan,  kepedulian dan kebijaksanaan.

Lek dah, 2017

Tempaan 4

Hangatnya masih terasa walau sudah lama kau tak memelukku
Kala itu bahagia adalah puncak dari segala kerinduanmu
Hangatnya masih terasa walau sudah lama kau tak menyapaku
Kala itu manjamu adalah cerminan besarnya kerinduan yang kaupendam
Hangatnya masih terasa walau sudah lama kau tak tersenyum padaku
Kala itu tawamu tak terurai sebelum kau pandang bahagiaku
Dan sekarang sudah tercerai berai kerinduan itu seakan memeluk luka
Tidak tergambar keikhlasan itu jika kau meminta dengan paksa
Bagaimana kau memahami rasa jika kau sendiri tak memegang erat apa yang kau rasa
Atau kau memang tak pernah mengerti apa itu rasa?

Lek Dah, 2017

Tampaan 5

Semenjak senja itu, lelaki itu tenggelam dalam berbagai cita-cita besar
Yang kemudia di senja-senja berikutnya adalah penantian
Pagi menjadi harapan yang melanglang buana
Siang juga tak kunjung dating bersama terik kebingungan
Namun senja masih saja menenggelamkan dirinya pada cita-cita besar itu
Malam menjawabnya dengan kesepian dan selimut kedinginan
Menggigil tubuhnya berdenyut lemas jantungnya
Tak terasa senja hanya membohongi mega-mega yang nampak indah kemilau nan ayu bercahaya
Dan sekali lagi senja masih menenggelamkan lelaki itu dalam cita-cita besar

Lek Dah, 2017

Perempuan Itu?

Mungkin paruh hidupnya tak tergantikan
Dengan masa meminang dan melahirkan waktu itu
Serta kerinduan-kerinduannya
Tercetus dalam masa dimana ia melihat tawa mungil yang berjalan terbata-bata
Atau melihat penopang hidupnya tersenyum bahagia kala teh dan kopi pagi yang ia siapkan di atas nampan yang memenuhi meja paginya
Atau, bahagia dengan berbagai kecintaan dalam tuduhan-tuduhan ini yang selalu menyemangatinya

Lek Dah, 2017

Untukmu

Bila mata sudah tak mampu memejam mengenangmu,
Bibir sudah tak mampu berucap memanjamu,
Maka hanyahati yang mampu melukis dirimu dan berpegang teguh....

LD, 2017

Dalih 1

Entah sampai detik ini masih belum bias melelapkan ingatan itu,
Rindu dan kenangan-kenangan itu melayang-layang tak tentu arah
Sesekali aku mencoba menimang-nimang kegelisahan agar mereka tak tertunduk pada kehampaan
Salah rasanya jika menyalahkan kegundahan, malam kian merajai kegundahan itu
Saat dimana jasad tak mengenali siapa yang ia kenang serta raga tak tahu siapa yang ia rindukan

Dusta rasanya jika kututupi kegelisahan dangan senyum lebar terhampar di depan mereka
Apalagi yang mereka tahu tak mereka rasa
Yang mereka lihat tak mereka faham
Dan yang mereka dengar tak mereka renungkan

Tetapi sudahlah, kerinduan dan kenangan hanyalah dua remaja yang akan tumbuh dewasa bersama kegelisahan yang membangkitkan kesahajaan; lapang dada

Lek Dah, 2017

Dalih 2

Terbangun, dalam setiap lelap ada pasrah
Yang kemudian mengarung mendayungi samudera kesadaran
Dalam setiap kesadaran ada lamunan
Yang kemudian mendaki setinggi-tingginya keinginanan
Bagaimana mungkin kepedulian terjalin, jika mengarungi kesadaran diri masih tersapu ombak keegoisan

Bagaimana mungkin kedekatan terjalin, jika mendaki gunung harapan masih tertindih kesenangan sendiri

Maka, bermimpi dan terbang ununtuk menjadi diri baharu bersama kesadaran-kesadaran yang terlelap dalam lamunan

Lek Dah, 2017

Dalih 3

(kutulis bersama pesan-pesanmu pak Umbu Landu Paranggi)

Angin hilir mudik memesrakan keeratan malam ini,
Disambut gemuruh rintik hujan yang semangat membanjiri dengan doa-doa keikhlasan
Mengenang kisah cinta dengan kesetiaan kerinduan dengan rasa syukur yang dalam sehingga tak pernah ia sia-siakan
Kesucian akan anugerah-Nya ia jaga dengan sepantas-pantasnya

Seperti bunga mekar yang merekah wewangian bersujud dalam tempaan angin dan kumbang-kumbang
Sepantasnya kita menjaga tanpa rasa ingin bersamanya, karena ia bahagia dengan apa yang tak kita rasa, karena ia tertawa dengan apa yang tak kita ucap, karena dia bersenda gurau dengan apa yang tak kita tertawakan

Dan semestinya, harumlah tanpa tahu bahwa kita adalah Bunga
Manislah tanpa tahu bahwa kita gula
Serta bahagialah tanpa tahu bahwa kita gunda gulana,
Sumber Tangkil, Gitaneng
Lek Dah, 2017     

Lek Dah adalah sapaan akrab dari Ahmad Dahri. Lahir pada tahun 1990 dan dibesarkan di  Malang. Sebagian besar waktunya dihabiskan di jalan, kemudian dari perjalanannya itu telah banyak puisi-puisi yang terus lahir dan berhasil dibukukan antara lain: Orang-Orang Pagi, terbit tahun 2016. Hitamkah Putih Itu?, terbit tahun 2017, dan kedua buku itu di terbitkan oleh Slaka Waskita Publishing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib