Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]

Perancang sampul: Alek Subairi.

pasongsongan

darahku adalah rajah perahu sungai angsono yang bersatu pada tugu di alismu: tugu bulan paling sabit. jangkar kuangkat, layar dikebar-kibar, angin lindap dalam seluruh penantian pengabdian.

kacongku, ini perahu ayah, dimana lautmu?

kembara! laut paling membara. engkau paling tak terkatakandan tak  mampu dikatakan. sungai hijau merobek belantara. aku mencari jalan ke utara tempat di mana kepala dilelapkan-dipulaskan dengan kain kafan putih awan, langit pasongsongan.

ayah, benarkah malam telah tertidur, atau kita yang tidak benar-benar terjaga?

sudah kualamatkan surat paling panjang, sepanjang hayat manusia. supaya esok kita telah bersiap diri memilin waktu dari segala muassal penantian-pengabdian.



hikayat perahu ba’

jangan kau lempar sauh saat subuh, katamu mengasah diamku. sementara yang diam tak usai menghitung jarak. “laut itu laut sampan ayahmu. perahunya adalah perahu ba’. dan alif yang merobek dadamu adalah tiangnya.”

tapi tak ada ikan yang mesti ditangkap. atau laut yang mesti kita singkap? sudahlah bang, akan kupinjam tongkat musa dan kita belah lautan dengan tangan sendiri. “sepertinya mati lebih abadi, bang” kataku setelah berebut pesan dengan angin, “apa yang hendak dikatakan selain makna, selain cerita masa lalumu?”

dan semestinya kita sudah buat keranda. apa mungkin hidup benar-benar nyata? ah, biar kusulut dupa atas kematian yang dihidupkan. kematian yang dihidupkan.



perahu mawar

perahu ayah mawar namanya. membelah bulan tiang alifnya. di haluan hujan dan kemarau saling bersahutan. menghitung jarak antara ayah dan pantai. di buritan ayah memandang ke masa lalu. kenangan berbisik lewat angin dan garam.

ketika tongkat musa tak mungkin lagi membelah laut. belah
aku dengan tiang perahumu, ayah.

mawar berduri bila langit dan laut saling pagut. jangkarnya meruncing panas matahari. sebab mawar bukan buatan nuh. ia bukan perahu yang datang dari puncak gunung. bukan.

mawar hanya perahu nelayan biasa. penangkap ikan bersirip
pelepah purnama.

mawar punya layar yang perkasa. tamberangnya kuat dan gagah. ayah menjahit jaringnya seperti sulaman indah jaring laba-laba. ayah seperti menjahit hidup yang retak dan luka.

ketika melaut jaring dilempar menggagahi ikan-ikan. ayah serasa melempar nisan ke jurang paling dalam.

saat jaring diangkat. semerbak mawar senantiasa mendekat.

Shohifur Ridho Ilahi, lahir di pesisir Pasongsongan, Sumenep tahun 1990. Puisi-puisinya termaktub dalam buku Akulah Musi (PPN V Palembang, 2011), Tuah Tara No Ate (TSI IV Ternate, 2011), Setia Tanpa Jeda (UnSa, 2011), Atas Nama Bulan Yang Dicemburui Engkau (AGP, 2011), Serumpun (Antologi Puisi Penyair Yogyakarta-Kuala Lumpur, 2012), Agonia (Antologi Puisi Yogya-Jember/ IBC & TI, 2012), Satu Kata Istimewa (Antologi Puisi Penyair Yogyakarta/ Ombak, 2012), Poetry Poetry from 226 Indonesian Poets; Flows into the Sink into the Gutter (Shell-JT, 2012), Poetry Poetry From 120 Indonesian Poets: Diverse (Shell-JT, 2012), Sauk Seloko (PPN VI Jambi, 2012), Dialog Tanean Lanjeng (Majelis Sastra Madura, 2013), Di Pangkuan Yogya (Ernawati Literary Fondation, 2012-2013), Sebab Cinta (Ernawati Literary Fondation, 2013) Indonesia Dalam Titik 13 (Antologi Penyair Lintas Daerah Indonesia, 2013), Qasidah Lintas Cahaya (Pena Nusantara, 2013), dan tersesat di beberapa media cetak dan online. Manuskrip puisinya yang berjudul Rokat Perahu Mawar mendapat penghargaan dari Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) sebagai pemenang II dalam Penjaringan Karya Seni Jawa Timur 2013. Alumnus Teologi-Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sembari bergiat di Teater ESKA. Kini mengelola RokaTeater.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib