SEBELAH MATA
Seseorang sedang berdiri di tepi rel, ragu-ragu menunggu
dengan sayup gemetar, melapangkan diri di antara derak kaki kereta. Ia bertahun
mengukur jalan yang tanpa alamat, tanpa roti, tanpa arak; menghapus namanya
dari mata manusia, dari pahit bahasa mereka. Ia senyapkan hatinya di pohonan,
tiang listrik, grafiti dan tulisan lusuh di tembok, rumah bordil, gedung
sekolah, pertokoan. Ia patahkan niatnya untuk hidup bahagia di masadatang,
tersebab cintanya melulu bertepuk sebelah harapan.
Seseorang sedang berjalan di trotoar, memotret diri di
tiang lalulintas, menyeberang ketika lampu hijau dan kendaraan melepas pelukan
dan sepakat untuk saling meninggalkan. Ia membenci rumahnya yang hanya dihuni
cericit tikus, celoteh cicak, sandal-sandal yang kehilangan salempang. Ia
serahkan matanya kepada malam yang tanpa cahaya—yang penuh tipu daya, kepada
kesepian yang terus mengulur tali putus asa. Ia mengutuk langkahnya, tersebab
sepasang kakinya belum juga menemu teman cerita yang bertukar kisah di
sampingnya, di sepanjang usia cinta.
Seseorang sedang menulis puisi, melihat hujan jatuh dan
langit rapuh, merekam luka tanah dan kisah cinta manusia. Ia mendekap gelap
yang tiarap di bumi, mencari alamat sepi ke selokan dan terowongan. Ia
sembahkan dirinya kepada kata-kata yang tidak jelas nasib buruk dan baiknya,
kepada pagar dan tanaman yang saling makan. Ia, mungkin adalah kau atau aku,
seseorang yang selamanya mendekam di sebelah mata, hanya di sebelah mata.
Kombung
Barat, 2016.
MANGLI
Kau tidur, Putri? Kota ini
tumbuh dari 24 jam kecemasan para pedagang,
gaung kendaraan, raung kereta api: tanpa
alamat pergi dan kembali.
Kau nyenyak, Putri? Kota ini
telah merebut iman seseorang yang dibangun
salat malam, mengikatnya di warung kopi: alpa
kepada rumah dan anak-bini.
Kau tak hendak bangun, Putri? Kota ini
menolak segala yang ingin
bernama abadi: sunyi
dan puisi.
Jember, 2016.
ANJING MALAM
Awan itu tipis-tipis, barangkali,
seperti selaput dara seorang gadis. Dan tentu,
tak ada gerimis, apalagi
sajak melankolis.
Langit mekar, menuang cahaya
ke bumi yang belukar. Dan sepasang
ular saling lipat dan bertukar, merayakan bau malam
yang menyamar daging bakar.
Seekor anjing menyalak
bulan, menjilat kesenyapan
kandang, dan mencabik
anak-anak ayam.
Aku dengar jeritnya. Aku cium
lukanya. Aroma darah
mengalungi leherku, perlahan, mencekik
kesunyian imanku.
Kombung
Barat, 2016.
AWAN JUABU
Aku mencintai awan itu, Ibu.
Kenapa, Bungsu?
Mula-mula ia
adalah selambai asap
dari rokok penyair,
dari batang terakhir.
Dan diayunkannya mataku antara pohon Sambi
ke Jati, ke lumbung ingatan masakanak
yang didengungkan burung
dan capung, selidi demi selidi.
Sungguh, Bungsu?
Di ladang jagung, ia mengitari
dan mengaduk pikiranku, kelabu
dan mencekam; membuka dekap geluduk
dan kilap yang rekat, menumpahkan petir
dari ribuan sajak yang tak memiliki bait
yang tepat. Dan jatuhlah larik-larik gerimis
yang tak menarik, tanpa logika dan bahasa
yang diagungkan.
Kau membual, Bungsu? Bikin
pusing aku.
Tidak, Ibu, aku mencintai awan
itu. Tentu, dengan menjadi hujan
yang tidak hanya mengingatku
sebagai sekutil debu.
Kombung
Barat, 2016.
Rusydi Zamzami, lahir dan besar di Sumenep, dari pasangan Misnal (alm) dan Mu’ienti.
Alumni Yayasan AL-AMIN Ellak Daya Lenteng Sumenep Madura, Pondok Pesantren
BUSTANUL ULUM Ellak Daya Lenteng Sumenep Madura, dan Pondok Pesantren ANNUQAYAH
Guluk-guluk Sumenep Madura. Belajar sastra di komunitas Bengkel Puisi Annuqayah
(BPA) dan Rumah Sastra Bersama (RSB) Guluk-guluk Sumenep Madura. Antologi
bersama: Rumah Seribu Pintu (RSB, 2008), Annuqayah dalam Puisi 2008
(BPA, 2008), Manuskrip Pertama 2009 (BPA, 2009), Tinta Kehidupan
(Tirta, 2010), Risalah yang Membumi (Cotot, 2011), Safar (RSB,
2011), Getir Maut yang Memburu (Rumah Kata Press, 2011), Suara-suara
Rakyat Kecil—dengan nama Dendi R. Haryadi (Rayakultura, 2011), Di Sebuah
Surau, Ada Mahar UntukMu (Gawangnya Berkarya, 2012), Menyirat Cinta
Haqiqi (Insandi-Malaysia, 2012), Sinar Siddiq (Bahasa-Malaysia,
2012), Requiem bagi Rocker (Taman Budaya Jawa Tengah, 2012), Renjana (Lesehan
Sastra Annuqayah [LSA], 2013), Aquarium & Delusi (Bebuku Publisher,
2016), Baju Baru untuk Puisi & Hal-hal yang Belum Kita Mengerti (Bebuku
Publisher, 2016), Pasie Karam (Dewan Kesenian Aceh Barat, 2016), Klungkung:
Tanah Tua, Tanah Cinta (Nyoman Gunarsa Museum, 2016), Dari Negeri Poci 7: Negeri
Awan (KKK, 2017). Email: rusydizamzami@gmail.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar