Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]




Narasi Anak Negeri

Akulah yang mencintaimu, saat itu
Ketika engkau membuka kacamata
Pada terik matahari, lalu berteriak
Revolusi harga mati, pekikmu
Negeri ini telah menjadi belantara
Orang-orang berlalu lalang serupa purba
Aku terdiam memandangi kereta api
Yang merambat di keningmu
Mengibarkan suara gemuruh
Engkau tersenyum manakala orang tua geografis
Abai pada bendera berwarna dua, pagi itu
Bagaimana mungkin nasionalisme bersedekap
Mengitari sabana di altar bianglala
Sebab tak ada lagi yang peduli lagi
Mereka seperti akan mati besok pagi
Menjadi pemulung apa saja, di dadamu
Kekasihku, mengapa wajah negeri berubah ngeri
Menebarkan cakar, mengibarkan taring penuh darah
Padahal kita bukan sebangsa drakula
Aku di sini, selalu memandangmu; anak-anak kita
Harus aku gunakan bahasa apa lagi agar mereka mengerti
Bahwa kita tersesat, terseret, jauh, jatuh
Itulah sebabnya engkau pasti mengerti
Aku tidak benci
Tetapi bagaimana cinta harus aku lafazkan
Bila di kamar ini aku sendirian,
Adanya seperti tak adaku, di republikmu
Sudah aku katakan, seperti engkau sampaikan
Kitalah khalifah yang engkau sesakkan nafasmu
Sampai sengau suaramu, hingga redup labirin itu
Namun aku tidak akan berhenti mencintaimu
Sebab tanpa cinta, nasionalisme rasa
Tanah ini subur dengan tanaman yang kerontang
Aku dan dirimu kini anak bangsa yang yatim
Karena yang berdarah padanya terluka padaku
Kekasihku, mengertilah sebagai anak sejarah
Tak ada luka yang lebih parah dari peradaman ini
Sebab pada Sisisilia yang kumuh dan bengis
Kita ada di sana dengan aura yang lebih garang
Meski banyak doa yang terpanjat
Munajat ini tak sampai langit
Tanah ini sempit dan pengap serupa surat tanpa alamat
Tetapi aku masih ingin mencintaimu
Meski engkau abai dan seperti tak mengeti
Tetapi akulah anakmu, seberapa pun kejam dirimu padaku
Karena engkau ayahku, bapak bangsa yang amnesia
Aku selalu mengertimu meski engkau tak!
Pahamilah sedikti saja jika engkau memang tak bodoh
Semoga engkau bahagia bersamanya, di sisi-Nya
Siapa tahu itulah yang terbaik bagi republikku yang baru.

Sumenep, Maret 2014

Arini Isyfa Salsabila, lahir dan besar di Karduluk Sumenep Madura. Sekarang nyantri di pondok pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib