Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]


Sumber: Contemporary Abstract Art For Sale




Cinta Dua Anak Peladang

kuingat matamu dalam arsiran gerimis
ketika burung-burung melengkapi kesunyianmu
seraya mandi membasuh bulu-bulunya
antara gigil dan hendak terbang

di matamu itulah
aku pernah memipil jagung
sebelum akhirnya paman pulang membawa kabar
perihal akhir musim hujan

masih segar dalam ingatan
selembut bulu jagung itu rambutmu bergerai
menakar kadar kerinduan
antara dadaku dan dadamu yang terpisah ladang

dan sampai hari ini paman tak kembali lagi
kita dalam cinta yang terpisah ladang sunyi
menikmati kenangan jagung muda yang pucat pasi
sesekali burung-burung yang pernah mandi itu bernyanyi dengan siul terperih

Bungduwak, 2013



Siul Cinta Besi 3


1
begitulah helmi
ajal daun-daun dilepas ranting di ujung perjanjiannya
akan jadi doa terkabul dalam perut cacing
setelah jatuh usai subuh membawa klorofil rindu
ke tanah milikmu

dengan begitu doaku terkabul juga
sebab betapa pun daun-daun itu jatuh dan lebur
ia akan membantu tanahmu lebih gembur
membuatku lebih yakin menunggu
bahwa kelak segala yang kutanam akan tumbuh
sebagaimana cacing bebas melata tanpa gangguan abu

2
begitulah helmi
belikat lautku memar dijilat matahari ke angkasa
akan menjadi coban putih para dewa
setelah melewati tiang-tiang sampan lewat jantung udara
disebut awan pada dinding langitmu

dengan begitu coban putih para dewa akan jadi milikku
sebab meski belikat lautku memar
tapi airnya telah sempurna jadi awan
membuatku yakin dengan hari depan
bahwa kelak ia akan menjadi hujan
membuat tanamanku yang telah tumbuh
akan lebih segar
dan sebagian hujan itu kembali ke lautku
menyembuhkan memar yang dulu

3
begitulah helmi
aku mencintaimu

Dik-Kodik, 2013


Ubuntu, Narasi Sederhana
Nelson Mandela dari Penjara


dalam penjara sunyi
jeruji besi kau amini sebagai anak sulung mimpi
yang lahir di antara memar dada yang dendam
dan hati yang memandang terang

waktu menyelinap ke lengkung bibir hitammu
lewat rambut keriting yang tumbuh serabutan di atas kepala
tapi di situ, di atas kepalamu itu
kau tatah peta
;gambar yang membuat orang-orang gampang memilih jalan
menghindar dari bahaya apartheid berkepanjangan

kurun waktu 27 tahun dalam penjara
telah memadam dadamu yang memar
dan menghidupkan hatimu yang memandang terang

dalam ruangan yang pengap dan mendera
kau lebih memilih menyembuhkan luka
daripada mengenangnya sebagai tangan yang mengangkat senjata
si sipir penjara, christo brand yang berkulit putih
adalah malaikat yang turun sendiri
kulitnya tak pernah ia banding dengan kulit hitammu
lalu kau berkesimpulan
betapa sempurna bila pada dua kulit yang berbeda
ada tato padang afrika dalam rupa yang sama
karena kau dengannya juga ada
dalam sebuah malam dengan rembulan yang sama pula

akhirnya kau menggendong riaan si cucu sipir
dengan kemasan cium paling mahal tanpa tenun
dari kulit hitam ke kulit putih
dari kulit putih ke kulit hitam
menjadi ciuman sepanjang zaman
diikat tanpa tali tapi dalam satu hati
hingga siapapun tak mampu membeli
kecuali orang-orang yang mau mendengar nurani

kurun waktu 27 tahun dalam penjara
jasadmu menerima nasib tahanan
tapi jiwamu telah dulu kau ungsikan
ke puluhan tahun yang akan datang
hingga kau keluar dan pulang
membawa aneka kembang
ke pintu sebuah kuburan

sumenep, 2013


Rumah Tawon


mungkin rumahku bergantung pada bagian rumahmu
atau pada pohon milikmu
yang dahan-dahannya teduh menaungi nasib
dan tak abai membaca irama musim
lewat mulut angin

aku pun mesti  pandai membaca
pada bagian lekuk yang mana harus kubuat rumah
agar cinta dan petaka jauh jaraknya
membagi hidup lebih lama
dan cuaca yang datang menjadi berkah

di sepinggang senyap pohonan
atau di sebidang kusam bagian rumahmu
aku menjatuhkan pilihan untuk rumag impian
memaklumi banyak keinginan hanya di satu lubang
dimana lubang itu adalah pintu satu-satunya
agar keluargaku keluar masuk tanpa saling curiga

betapa manis bila kuingat kini
bagaiamana dulu bersama-sama membuat rumah ini
dari pinggul lembah kuambil tanah dicampur dengan ludah sendiri
ditatah behari-hari dengan sangat hati-hati
rumah ini dibuat meniru kepalamu yang sunyi

Dik-kodik, 17/11/2013


Ziarah

jauh sebelum kuputuskan ziarah ini
namamu telah jadi elok sebentuk epitaf
menguhunus udara dengan sungkup merah muda
sangat keramat dalam dada
tanda kematian yang menyisakan kabar panjang
ke ruang-ruang yang lengang
dan seketika tangis jadi perlu ditumpahkan

hari ini, aku di sini
seperti batu di samping pusaramu
tekun dalam bisu
meraba gaibmu dengan sekerat rindu
membiarkan peristiwa ini diliput kupu-kupu
dilukis di bentang sayapnya yang lurik hitam dan abu-abu
dan dibawanya ke tanjung yang  jauh
sejauh alammu dan alamku

sebelum aku pulang
di sela tipis penghabisan asap kemenyan
kuning daun angsana
adalah sahabat setia yang sedari tadi
tak usai mencipta puisi
agar sepulang dari tempat ini
aku bisa menafsiri sendiri
bentuk yang lebih halus dari ziarah ini

Pemakaman Ra’as, 2013



A. Warits Rovi
Lahir di Sumenep Madura 20 Juli 1988, karya-karyanya dimuat di berbagai media Nasional dan lokal  antara lain: Horison, Seputar Indonesia, Indo Pos, Sinar Harapan, Padang Ekspres, Riau Pos, Radar Madura, Buletin Jejak dan beberapa media on line. Selain juga termuat dalam beberapa antologi komunal seperti Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (Dewan Kesenian Mojokerto, 2010), Bulan Yang Dicemburui Engkau (Bandung, 2011), Epitaf Arau (Padang, 2012), Dialog Taneyan Lanjang (2012), dan Narasi Batang Rindu (2009). Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit Hilal Berkabut (Adab Press, 2013). Kini aktif di Komunitas SEMENJAK, pembina Sanggar 7 Kejora, mengajar seni rupa di Sanggar Lukis DOA (Decoration of Al-Huda).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib