Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]



Lukisan Pablo Picasso, sumber Google

NOTASI SEDERHANA BULAN RAMADHAN

sebab kau membelakangi cahaya
maka kau berjalan mengikuti bayangmu saja

bulan ini, kembalilah ke sini
ke surau kecil yang selalu mengadu nasibnya kepada sepi
pada jendelanya ada rembulan merajah malam
dengan serat ayat al-qur’an
menyalip angin tiba dalam dada
lebih awal dari bisik suara

di matamu
mayat-mayat jam jadi kisah yang tak tuntas dituturkan
menuntutmu mengangguk pada setiap tawaran

bulan ini, kembalilah kau ke sini
basuhlah matamu tujuh kali
sebab ada ruang yang nyaman untuk dimasuki
terletak antara fajar kidzib dan petang hari
kau akan kenyang meski tak makan
kau tidak akan haus meski tak minum
dan kau akan puas meski tak berhubungan badan
sampai kau bisa memilih bunyi bedukmu sendiri
sebagai tanda berbuka
sebagai tanda tubuhmu menghadap cahaya

Dik-Kodik, 2013 


CINTA SEPASANG TUKANG KEBUN

setiap yang kita lewati akan membekas di tepi dada
mungkin akan menjadi lumut
yang membuat keheningan singgah sebagai spora
lalu kita jadi tukang kebun dengan bibit-bibit cinta
yang membersihkan kerak-kerak masa lalu
seraya menanam kembali sisa rindu
dan tumbuh bunga alamanda di pot baru
biarkan lumut masa lalu lenyap dengan namanya
sendiri dan orang-orang hanya menceritakannya
di suatu pagi tak lebih berarti dari secangkir kopi

juga spora keheningan akan berlutut pada takdir
kematian dengan nama yang tak sehuruf pun
melekat di batu nisan

sedang alamanda kita terus berkarib dengan
hujan sesekali pada kilap punggungnya
bertengger seekor kupu-kupu
tanda aminku pada keteduhan jiwamu
sekali berdua pernah menanam dalam pot yang satu

Gapura, 2013


TERAKHIR DARI KEPERGIANMU

terakhir dari kepergianmu
adalah kunang-kunang yang tak sabar menunggu subuh

terbang ke dadaku yang basah
dengan tujuh luka di punggungnya

kunang-kunang dan dadaku menanggung kelebat bayangmu
menakir waktu ke dalam rupa rembulan yang semu

dan rembulan semu itu
adalah kutukan yang tak pernah diminati subuh

maka inilah nyanyian malam yang panjang
yang menjadi puisi keabadian

sepanjang kesunyian, senasib luka kunang-kunang
menerima waktu dengan riak-riak keheningan

Dik-Kodik, 2013

(Sumber: Padang Ekspres 21 Juli 2013)

A. Warits Rovi, lahir di Sumenep, Madura, 20 Juli 1988. Karya-karyanya dimuat di berbagai media. Puisinya yang berjudul ”Perempuan Pemetik Tembakau” masuk lima besar lomba menulis puisi ”Perempuan” Yayasan Lampu. Kumpulan puisi tunggalnya juga telah terbit, Hilal Berkabut (Adab Press, 2013). Kini, aktif di Komunitas Semenjak dan membina penulisan sastra di Sanggar 7 Kejora. Penulis juga mengajar seni rupa di Sanggar Lukis DOA (Decoration of Al-Huda). Ia juga Guru Bahasa Indonesia di MTs Al-Huda II Gapura. Naskah drama yang ia tulis dan telah dipentaskan, antara lain Hijrah ke Lubang Jarum, Siul Patung Besi, dan Kacong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib