Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]

 

 

 

 

Telaga Hilang Riak


Kita pernah menyimpan rahasia di telaga kata
Nama-nama yang tercatat tetaplah sama
Membelah batu batu
Ke akar-akar pohon kekar
Ia masih sediakala, sejak pertama dilahirkan
Terimalah rahasia yang mengalir di telaga
Terimalah sebagai gelimang rasa
Kita menyimpannya untuk anak cucu yang mulia

Bila tiba saatnya
Tak ada lagi yag mengalir
Batu-batu tak berlumut
Tanah tak berair
Daun hilang hijau
Barangkali anak cucu kita
Tak ada lagi yang menerima rahasia
Kata-kata dalam kerontang
Tidak di telaga, tidak dalam rahasia

Dunia kembali purba
Menusuk-nusuk rahim ibunya sendiri
Menderita karna di lahirkan untuk derita

Rahasia hanya untuk dimuliakan
Mengalir bersama sukma
Terimalah ia sebagai rahasia

Telaga hilang riak katanya

Yogyakarta

 

Anapuisi


Aku sendiri. Menepi, ke sunyi, ke hati. Diri
Bisik-bisik suara membuatku kelam
Terbenam dalam angan

Aku puisi. Bersemayam di sini
Menunggu gadis yang membawa air matanya
Juga seorang lelaki akan datang
Membawa duri yang diinjaknya

Aku diri. Melihat orang-orang menari
Apakah mereka mencari mati
Tak ada detak. Mereka pergi

Lagi dan lagi. Aku tumpah ke padang waktu
Dalam hening debu
Dan mereka menunggu

Aku sendiri. Dalam tanda
Sepi dan sunyi membaca diri. Dalam hati
Aku puisi yang tak dilahirkan

Tapi aku di sini. Dalam diri.

Yogyakarta

Kalam Puisi


Baiklah. Kami sepakat tidak saling berkata-kata
Membiarkan segalanya pada gemericik sungai
Kalau airnya jernih, ia akan membuat kami tertawa
Dalam diam, kami berebut kemilau kerikil

Kala duka tertahan dalam kebisuan
Kami panggil desir angin dari kejauhan
Sebatang pohon akan menggugurkan daun-daunnya
Dan menyampaikan pada siapa saja melewatinya

"firman tuhan telah sampai pada kita
saatnya menunaikan ibadah
agar tanah selalu bahagia."

Kami sepakat untuk diam
Agar lafadh-lafadh tunaikan tugasnya
Air mengalir ke tempat-tempat kering
Angin mengawinkan tetumbuhan

Begitulah cara kami menikmati keindahan
Membiarkan alam membuat puisi berjalan

Yogyakarta

 

Segala Puji Bagi Puisi


Segala puji bagi puisi ang
         menjadikan bunga-bunga bermekaran
Segala puji bagi puisi yang
         menjadikan kata-kata berbakti
Segala puji bagi puisi yang
menjadikan manusia bahagia
Segala puji bagi puisi yang 
 menyediakan ruang tafakkur
Segala puji bagi puisi yang
 melahirkan kebijakan
Segala puji bagi puisi yang
 membuat segalanya berarti
Segala puji bagi puisi yang
              menjadikan segala tanda bermakna
Segala puji bagi puisi yang
            mengahpus perbedaan warna
Segala puji bagi puisi yang 
 mempertemukan kasih dan sayang
Segala puji bagi puisi yang
             menyampaikan salam kepada tuhan
Segala puji bagi puisi yang 
            menghormati laki-laki dan perempuan
Segala puji bagi puisi yang
           tak lelah mengajarkan kebaikan
Segala puji bagi puisi yang
           membawa pada kebenaran
Segala puji bagi puisi yang
             memberi martabat pada hewan
Segala puji bagi puisi yang
           menjadikan mesra kematian
Terimalah kasih ini
Puji atas segala kerendahanmu
Tuhan mengutusmu
           Aku menerimanya

Yogyakarta

 

Lukaku Apakah Lukamu


Luka apa ini Tuhan?
Mengapa darahnya sampai di sini
Sambil menyanyikan derita luka
Mataku merah saga
Melihat kenang menyelam di telaga darah

Luka yang mana lagi ini tuhan?
Mengapa berakar di teluk mata
Luka yang mana lagi ini tuhan?
Mengapa melukis cinta di langit senja
Aku akan pulang
dan mengabarkan yang tak pernah ada
Luka yang kubawa lebih indah dari lukisan tuhan-tuhan

Entah, sampai kapan aku memeluknya
Luka yang terbatas darah dan derita

Tuhan, lukaku apakah lukamu?

 

Yogyakarta, 09 September 2014




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib