Arsip Puisi Penyair Madura (Se)-Indonesia

Full width home advertisement

PUISI INDONESIA

PUISI MADURA (SANJA')

Post Page Advertisement [Top]

Sumber: abstract art painting artist pierre bellemare


Bertatap Dengan Keheningan

keheningan apakah ini?
jalan yang semakin sunyi mengarah ke dada
nama-nama yang tak mau dikenali hinggap dan tenggelam
dalam ingatan. aku meraba diri, siapa ini?
mata yang menyala sampai dinihari
menatap langit yang diam
bumi yang menyatu dalam badan
sungguh ini bingung yang panjang
keheningan apakah ini?
aku mencari diri sampai kepuncak sunyi
sampai ke dingin puisi
tapi tak kutemukan apa-apa
siapa ini diri?

2014-09-09


Cerita Cucu Kepada Kakeknya

kakek, dulu, sudah aku lupa berapa ribu hari
aku pernah bermimpi jadi tukang kebun
pikirku, tukang kebun adalah orang paling bijaksana
ia selalu menyelamatkan usia buah dari aksi malam
kelelawar ia rajin mengaliri air ke akar menyelamatkan nasib pohon
dari kering musim kemarau
tapi nenek melarang. ìmenjadi presidenî katanya
tapi ayah tidak setuju. ìmenjadi bisnismenî ucapnya
tapi ibu malah mencibir mimpi itu semua. ìjadilah diri
sendiriî bisiknya
kakek, dari kejadian itu, sudah lupa berapa ratus hari
aku berpikir berulang-ulang sampai tak ada yang tersisa
--menjadi diri sendiri-- sampai kini
sampai mimpi ini aku ceritakan pada puisi
tak ada jalan yang mesti untuk aku sampai pada diri.


Lainkali Kau dan Aku Tak Usah Bertanya

lainkali kau dan aku tak usah bertanya.
cinta yang membangkitkan manusia
yang memberi gelap pada tubuh
lainkali kau dan aku tak usah bertanya.
cinta adalah kita
yang buta warna


Semacam Surat Cinta

kepada pohon jati
yang berdiri tegak di pinggir jalan kota
akulah burung yang datang dari pagi dan embun
di kedua sayapku, telah kukisahkan rindu-rindu
di paruhku, akan ku ucap salam perjumpaan yang paling merdu
lalu kulantunkan lagu-lagu yang biru pada dedaunmu
akulah burung yang ingin meminang reranting dan daun-daunmu itu
memberi hidup pada sesuatu yang tak kekal.


Kepada Diri

kepada embun dan yang menyerupai dingin
kembalilah pada tanah, pada asal mula
di mana bunga-bunga hendak rekah
lalu dari arah timur yang jauh
bara seperti lemparan batu-batu
ke dada burung-burung
tapi di sini, kita masih saja menjadi manusia
yang mencoba lupa jalan keluar menuju pintu
membekukan ingatan pada dinding
dan mendiamkan diri pada gelap

”dingin masih terus menyerbu,” ucapnya

oh, kepada kupu-kupu dan rerumputan
bumi ini terlalu lugu
menerbitkan pagi di kepala manusia
ingatan pada ketakjuban semesta
masih dikalahkan oleh lelap
dan derap nafas yang lelah

maka aku ingin lekas selesai menjadi manusia
pergi dari diri, melepas segala keduniaan
dan seperti sepi itu yang setia menghampiri puisi
aku kekal bersama ketiadaan.

Cabeyan, 2014



Anwar Noeris, Lahir di Sumenep, Madura 19 Februari 1993. Bergiat di Lesehan Sastra Kutub Yogyakarta (LSKY) dan Nyantri di Pondok Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy'ari, Yogyakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bottom Ad [Post Page]

| Blogger Templates - Designed by Colorlib